Indeks Kualitas Udara yang Terkena Polusi

Berapa indeks kualitas udara Indonesia?
Indonesia adalah negara yang terletak di antara samudra Hindia dan Pasifik. Ini terdiri dari lebih dari 17 ribu pulau, yang menjadikannya negara pulau terbesar di dunia. Ini mencakup area seluas hampir 2 juta kilometer persegi dan memiliki populasi sekitar 267 juta, menurut sensus yang dilakukan pada tahun 2018. Pada tahun 2019 ini menempati peringkat ke-6 negara paling tercemar dari 98 pesaing di seluruh dunia. Angka rata-rata AQI AS untuk tahun ini adalah 141 dengan tingkat PM2,5 menjadi 5 kali lipat dari rekomendasi paparan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Di Tangerang Selatan, selama 10 bulan dalam setahun, kualitas udara masuk dalam kategori “Tidak Sehat”, dan untuk 2 bulan sisanya masuk dalam kategori “Tidak Sehat untuk Kelompok Sensitif”. Angka “Tidak Sehat” adalah antara 55,5 dan 150,4 µg/m³, sedangkan “Tidak Sehat untuk Kelompok Sensitif” adalah antara 35,5 dan 55,4 µg/m³. Di Kota Pekanbaru tercatat angka “Sangat Tidak Sehat” pada bulan September tahun ini dengan konsentrasi 214,9 µg/m³.

Apa sumber utama pencemaran udara di Indonesia?

Tidak diragukan lagi, sebagian besar polusi udara di Indonesia berasal dari kebakaran hutan. Selama bulan Oktober 2015, terjadi hampir 5.000 kebakaran yang terjadi secara bersamaan di hutan dan lahan gambut. Hanya dalam satu hari, sekitar 80 juta metrik ton karbon dioksida (CO 2 ) diproduksi. Ini lima kali lebih banyak dari keseluruhan ekonomi AS. Polusi yang tersisa dihasilkan oleh sektor transportasi dan produksi energi.

Emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara meningkat pesat di sisi barat Jawa. Saat ini ada tujuh pembangkit listrik dalam jarak 100 kilometer dari Jakarta dan ada rencana untuk membangun 5 lagi untuk memenuhi permintaan listrik yang meningkat. Ini akan setara dengan menambah 10 juta mobil lagi ke jaringan jalan raya.

Kualitas udara yang sangat buruk di Jakarta disebabkan oleh pembangkit listrik tersebut serta emisi transportasi, emisi rumah tangga, industri konstruksi, debu jalan dan pembakaran hutan dan lahan pertanian yang tidak terkendali. Semua ini terjadi setiap hari dan memengaruhi kehidupan 25 juta penduduknya.

Sejumlah 57 warga berkumpul dan berkoalisi dengan maksud menempuh jalur hukum melawan pemerintah dengan mengajukan Gugatan Warga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu tuntutan utama mereka adalah pemerintah mengadopsi kebijakan yang lebih ketat terkait peraturan polusi udara. Peraturan saat ini dibuat pada tahun 1999 dan tidak mencerminkan dampak perubahan iklim dan memburuknya tingkat kualitas udara. Mereka juga menuntut agar pemerintah meningkatkan pemantauan situasi dan agar hasil dari hal tersebut tersedia untuk umum.

Dua undang-undang yang menjamin hak atas udara bersih, UUD 1945 dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 1999.